Connect with us

Jakarta

Jebakan Batman Ranperpres, Dewan Pers Ingin Jadi Lembaga Pemerintahan

Published

on

 1,248 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com Kericuhan Dewan Pers dan para konstituennya saat pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang media berkelanjutan, sempat menjadi tranding topic di kalangan insan pers tanah air.

Selain memalukan, Dewan Pers dan konstituen mempertontonkan silang pendapat para elit pers bak ‘perang Bharatayuda’ di depan pejabat Kementrian Kominfo dan Kemenkopolhukam.

Entah kepentingan kelompok pers mana yang tengah diperjuangkan dua kelompok elit pers yang biasanya terlihat mesra ini.

Yang pasti, ada ‘bau-bau’ kepentingan oligarki tercium di tengah pembahasan Perpres ini. Kue belanja iklan yang hanya 15 persen dari total belanja iklan nasional itu, diakal-akalin dengan kemasan isu monopoli 60 persen belanja iklan oleh perusahaan platform digital asing, sehingga urgensi perpres perlu dikebut.

Padahal yang justeru memonopoli belanja iklan di Indonesia adalah media televisi nasional yang menguasai 78 persen dari total belanja iklan nasional.

Pihak Dewan Pers sendiri sudah menyetor kepada Kemenkominfo Draft Rancangan Peraturan Presiden tahun 2023 tentang “TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAAN PLATFORM DIGITAL UNTUK MENDUKUNG JURNALISME BERKUALITAS.”

Kemenkominfo yang dikejar setoran makin bergairah dan tancap gas untuk memenuhi perintah deadline dari Presiden RI Joko Widodo agar perpres tersebut jangan lewat sebulan setelah perwakilan pers bertemu Kominfo.

Perpres media berkelanjutan ini pun dikebut meski mendapat penolakan keras dari berbagai pihak termasuk  oleh sejumlah konstituen Dewan Pers sendiri.

Ramai diberitakan, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia -SMSI, Firdaus mengingatkan pihak pemerintah agar dalam penyusunan draf publisher right platform digital, tetap memperhatikan masukan-masukan Ketua Dewan Pers sebelumnya, almarhum Azyumardi Azra.

Dia menandaskan, agar jangan ada agenda terselubung untuk membunuh perusahaan pers start up yang sekarang berkembang dan 2000 perusahaan di antaranya di bawah binaan SMSI.

Sayangnya, Dewan Pers dan Kemenkominfo tak menghiraukan semua masukan dan penolakan. Malah pembahasan terus berlanjut di lokasi berbeda. Bak pepatah kuno, ‘anjing menggonggong khafila berlalu’.

Terlepas dari ‘perang saudara’ Dewan Pers dan para konstituennya, ada persoalan lain yang lebih substansial dari wacana penerbitan Perpres media berkelanjutan ini.

Bahayanya, Perpres ini bakal mencederai dan menghianati perjuangan kemerdekaan pers tahun 1999. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 lahir dengan semangat swa regulasi demi menjamin kemerdekaan pers.

Oleh sebab itu, tidak ada turunan peraturan ketika UU Pers ini disahkan pada tahun 1999. Karena pada paragraf akhir dalam bagian Penjelasan Bab I Ketentuan Umum disebutkan : “Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”

Dasar hukum dalam menerbitkan Perpres dengan nama kerennya Publisher Rights ini, salah satunya adalah UU Pers di samping UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tentunya Perpres ini jadi sangat bertentangan dengan UU Pers itu sendiri.

Parahnya, pada draft perpres yang diajukan Dewan Pers, terdapat banyak pasal yang justeru telah menempatkan Dewan Pers sebagai regulator bukan lagi sebagai fasilitator atau lembaga independen sebagaimana diatur dalam UU Pers. Dan itu jelas telah merubah fungsi Dewan Pers menjadi Lembaga Pemerintahan yang mengatur perijinan atau regulasi.

Jika Perpres ini disahkan Presiden, maka pemerintah menempatkan Dewan Pers bukan lagi lembaga independen melainkan sebagai lembaga pemerintah.

Pada draft perpres yang diajukan Dewan Pers, Pasal 5 ayat (1) disebutkan : “Perusahaan Platform Digital ditetapkan oleh Dewan Pers berdasarkan  kehadiran signifikan dari Perusahaan Platofrm Digital di Indonesia.”

Kemudian muncul lagi di Pasal 6 : “Tata cara dan mekanisme pengukuran kehadiran signifikan Persuahaan Platform Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan oleh Dewan Pers.”

Sementara pada Pasal 8 Ayat (1) disebutkan : “Perusahaan pers yang berhak mengajukan permohonan kepada Dewan Pers atas pelaksanaan tanggung jawab Perusahaan Platform Digital adalah Perusahaan Pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers.” Dan Ayat (2) :  “Perusahaan Pers yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dapat mengajukan permohonan verifikasi kepada Dewan Pers.”

Pada bagian akhir dibuat aturan bahwa untuk mewujudkan kesepakatan bagi hasil antara perushaaan pers dan Perrusahaan Platform Digital, Dewan Pers lah yang yang membuat atau membentuk pelaksana.

Mencermati kondisi ini, Dewan Pers dan Pemerintah mungkin lagi terserang penyakit “amnesia”. Karena baru-baru ini ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar tahun 1945.

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK menyatakan, beberapa ketentuan dalam UU 40/1999 yang mengatur jaminan kebebasan pers yaitu : poin ke sembilan, “Pengaturan mandiri (self regulation) dalam penyusunan peraturan di bidang pers dengan memberikan ruang bagi organisasi-organisasi pers dalam menyusun sendiri peraturan – peraturan di bidang pers dengan difasilitasi oleh Dewan Pers yang independen.”

Pada bagian penting pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim MK mengutip keterangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, bahwa ketentuan UU Pers memiliki makna bahwa fungsi Dewan Pers adalah sebagai fasilitator dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers, dan bukan sebagai lembaga pembentuk peraturan (regulator).

Mahkamah mempertimbangkan bahwa tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembang kan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.

Tujuan tersebut dicapai antara lain dengan adanya peraturan-peraturan di bidang pers yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun demikian, agar tetap menjaga independensi dan kemerdekaan pers maka peraturan di bidang pers disusun sedemikian rupa tanpa ada intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan Pers itu sendiri.

Dengan adanya putusan MK tersebut, jika Perpres dipaksakan maka akan bertentangan dengan putusan MK. Karena pemerintah melakukan intervensi dengan membuat Peraturan Presiden sebagai regulasi buat pers.

Presiden, Kementrian Kominfo, dan Dewan Pers harusnya menghormati putusan MK dan menjadikannya sebagai dasar pembentukan peraturan di bidang pers adalah swa regulasi atau hanya organisasi pers yang berhak menyusun peraturan pers.

Dewan Pers saja tidak boleh membuat atau menentukan sendiri isi peraturan pers menurut UU Pers, namun Presiden justeru hendak membuat peraturan pers.

Kondisi ini memang tidak mengejutkan. Sebab selama ini pers Indonesia seolah-olah hanya milik elit pers. Tak heran Dewan Pers sering menjadi sasaran kritik pergerakan kebebasan pers.

Regulasi media yang akan dibuat lewat Perpres media berkelanjutan itu pada intinya akan mengatur penyaluran iklan dari Perusahaan Platform Digital ke perusahaan pers.

Selama ini platform digital milik asing menyalurkan iklan ke perusahaan pers secara langsung tanpa perantara. Meskipun penghasilan media online dari bekerjasama dengan Platform Digital asing sangat minim, namun pembagiannya cukup merata di seluruh Indonesia. Atau ada ratusan ribu media online yang bergerak di bidang pers maupun non pers, yang menerima iklan dari platform digital asing.

Tak ada regulasi yang mengatur kerjasama tersebut. Penghasilan media tergantung dari kekuatan berita yang dipublish, apakah dibaca orang atau tidak. Sayangnya, penghasilan media yang sangat kecil dari paltform digital asing itu pun nantinya bakal dikuasai kelompok elit pers di Dewan Pers lewat pemberlakuan Perpres media berkelanjutan.

Menyikapi kondisi ini, penulis menyarakan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, sebaiknya pemerintah membuat regulasi jangan tangung-tanggung. Gunakan saja dasar UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga tidak perlu menggunakan UU Pers.

Selain itu sebaiknya pemerintah menggunakan UU Kamar Dagang dan Industri, sebagai tambahan dasar hukum Perpres.

Sebagai masukan bagi pemerintah, monopoli belanja iklan nasional oleh perusahaan lembaga penyiaran atau TV nasional justeru harus dibuatkan regulasi agar tidak ada praktek monopoli.

Di negara ini ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri yang mengatur tentang upaya mengembangkan iklim usaha yang sehat, meningkatkan pembinaan dunia usaha, mengembangkan dan mendorong pemerataan kesempatan yang seluasluasnya bagi masyarakat pengusaha untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Dari pada pemerintah sibuk mencampuri urusan pers yang sudah menutup ruang bagi pihak luar menyusun peraturan pers termasuk pemerintah, lebih baik pemerintah mengurus pemerataan belanja iklan nasional yang kini dimonopoli oleh segelintir orang dan perusahaan yang berdomisili di Jakarta.

Karena berbicara pelarangan persaingan usaha tidak sehat maka pengusaha yang melanggar ketentuan itu yang harus diatur, dalam hal ini perusahaan Agency Periklanan dan pengusaha platform digital, baik lokal maupun asing.

Lembaga yang paling tepat melakukan itu berdasarkan aturan perundang-undangan adalah Kamar Dagang dan Industri atau KADIN.

KADIN diberikan kewenangan oleh UU Kadin, pada Pasal 7 huruf (f), untuk melakukan kegiatan : “penyelenggaraan upaya memelihara kerukunan di satu pihak serta upaya mencegah yang tidak sehat di pihak lain di antara pengusaha Indonesia, dan mewujudkan kerjsama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha.”

Kemudian pada huruf (g) : “penyelenggaraan dan peningkatan hubungan dan kerja sama antara pengusaha Indonesia dan pengusaha luar negeri seiring dengan kebutuhan dan kepentingan pembangunan di bidang ekonomi sesuai dengan tujuan Pembangunan Nasional,”

Dengan demikian, urusan perdagangan, perindustrian, dan jasa, menurut perundang-undangan adalah kewenangan KADIN bukan Dewan Pers. Akan sangat rancu dan aneh jika Dewan Pers ‘kegenitan’ ingin diberi kewenangan mengatur urusan perdagangan, perindustrian, dan jasa yang jelas-jelas merupakan domain KADIN.

Dewan Pers hanya diberi fungsi oleh UU Pers sesuai pasal 15 Ayat 2. Di luar pasal itu Dewan Pers harusnya tau diri dan tidak boleh bermimpi menjadi regulator.

Presiden memiliki niat yang tulus untuk membuat regulasi agar terjadi pemerataan perolehan iklan bagi perusahaan pers di seluruh Indonesia. Jadi informasi tentang monopoli belanja iklan nasional oleh Televisi Nasional juga perlu diketahui Presiden.

Jangan-jangan selama ini Presiden tidak terinformasi soal belanja iklan nasional hanya dimonopoli oleh segelintir pengusaha di Jakarta saja. Perputaran uang di bisnis ini kini mencapai lebih dari Rp.200 triliun pertahun namun tidak ada satu lembaga pun di negeri ini yang berani mengutak-atik.

UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sejatinya harus diberlakukan terhadap distribusi belanja iklan yang hanya terpusat di Kota Jakarta saja. Padahal pada ketentuan umum UU ini menyebutkan :

“ Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Disebutkan pula dalam ketentuan umum UU ini tentang : “Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”

Pada bagian yang sama disebutkan pula : “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”

Yang melanggar pasal tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ada sanksi pidana dan denda yang cukup besar.

Untuk mengatasi atau menghidari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka Pemerintah telah membuat UU Kadin untuk memberi peran strategis kepada KADIN dalam  memastikan tidak ada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di lingkungan pengusaha dan perusahaan di Indonesia.

Oleh karena yang ingin diatur Presiden adalah kerjasama perusahaan platform digital asing dengan perusahaan pers maka sistem yang berlaku adalah bisnis to bisnis. Jadi bukan menyangkut karya jurnalistik yang menjadi domain Dewan Pers dan organisasi pers.

Bagaimana mungkin Dewan Pers mau mengatur pengusaha media tentang  tata cara perusahaannya berbisnis dengan perusahaan asing. Fungsi pengaturan bisnis to bisnis tidak ada dalam fungsi Dewan Pers pada UU Pers.

Jika Presiden sampai memakai draft Perpres yang disodorin Dewan Pers maka itu berpotensi mencoreng prestasi gilang – gemilang Jokowi selama dua periode pemerintahannya.

Presiden Jokowi tidak boleh dijebak dan diperhadapkan dengan dilema untuk mengeksekusi Perpres versi Dewan Pers. Ini namanya Rancangan Peraturan Presiden atau Ranperpes bisa jadi jebakan batman bagi Presiden Jokowi.

Mayoritas pers di seluruh Indonesia justeru menunggu langkah berani Presiden Jokowi membuat regulasi agar belanja iklan nasional tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang saja. Presiden harus mampu memberdayakan KADIN dalam masalah monopoli belanja iklan media agar dapat membantu pengusaha media lokal yang merupakan mayoritas masyarakat pers yang selama ini terabaikan dan termarjinalisasi.

Karena banyak pemilik atau pengusaha media yang bukan berprofesi sebagai wartawan sehingga tidak pas jika dipaksa berbisnis dengan menggunakan UU Pers.

Organisasi Perusahaan Pers yang menjadi bagian dalam UU Pers  hanya berlaku untuk memastikan Perusahaan Pers menghasilkan karya jurnalistik yang bertanggung jawab dan mematuhi kode etik jurnalistik.

Ketika pengusahanya atau perusahaan itu bersentuhan dengan bisnis maka aturan perundangan yang berlaku tentunya menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan perlindungan usahanya menggunakan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (RLS).

Advertisement

Empat Lawang

Bupati Terpilih JM-FA’ I, Kalau Gugatan ditolak Artinya Kita dilantik

Published

on

 6,747 X dibaca hari ini

EMPAT LAWANG,  MNN.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk melanjutkan satu dari dua perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan kepala daerah (PILKADA) Empat Lawang.

Keputusan ini menandakan bahwa perkara terkait masa jabatan H. Budi Antoni Al Jufri (HBA) yang dianggap sudah memenuhi dua periode akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh mahkamah konstitusi (MK).

MK menilai bahwa dalil yang di sampaikan oleh pemohon terkait masa jabatan tersebut merupakan masalah khusus yang perlu diuji kebenarannya di sidang lanjutan.

Dijadwalkan sidang lanjutan untuk sengketa ini berlangsung pada 7-17 Februari 2025.

Bupati terpilih Joncik Muhammad menyatakan telah siap dengan segala kemungkinan terjadi dari apa yang akan di putuskan hasil sengketa PILKADA Empat Lawang tahun 2024 di MK.

“Ini merupakan lanjutan pada pembuktian proses hukum ada sengketa PILKADA Empat Lawang 2024, mereka menggugat persoalan periodisasi, ” ujarnya.

Joncik Muhammad yang berpasangan dengan Arifa’i ini mengatakan siap menjalankan apapun yang diputuskan MK nantinya.

“Kalaupun nanti memenangkan gugatan mereka, artinya akan ada Pemungutan Suara Ulang (PSU)  kita siap untuk itu. Namun kalau gugatan ditolak artinya kita dilantik, ” ungkap Joncik.                 

Sekretaris DPW PAN SUM-SEL ini menambahkan, kasus ini bukan hanya di Empat Lawang saja. Ia mendapatkam informasi ada 16 daerah yang sama kasusnya. Sedangkan yang sudah pasti sekarang ada empat. Yakni Bengkulu Selatan, Tasikmalaya, Empat Lawang, dan Kutai Kertanegara. 

“Dalam perhitungan KPU sudah dua periode, tapi MK masih mengadili ini. Kalau undang-undang PEMDA jelas sudah dua periode. tapi nanti kita buktikan, MK yang memutuskan apakah MK membuat norma baru, atau mengikuti undang-undang PEMDA 23 tahun 2014, ” terangnya mengakhiri.

Sebelumnya, keputusan MK untuk melanjutkan ke tahap pembuktian lanjutan diumumkan oleh Hakim MK Saldi Isra dalam sidang perkara PHPU untuk Gubernur, Bupati, dan Walikota sesi III,  Selasa (4/02/2025).

“Pada sidang malam ini, dari 46 perkara yang dipanggil, ada tujuh nomor yang belum diputuskan dan ini akan dilanjutkan ke persidangan berikutnya,” ujar Hakim Saldi Isra.

Salah satu dari perkara yang dilanjutkan adalah perkara dengan nomor 24/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang merupakan gugatan terkait Pilkada Empat Lawang 2024. Dengan demikian, sudah ada total 20 nomor perkara yang diputuskan untuk maju ke tahap pembuktian lanjutan.

Terpisah, Pada PILKADA 2024, Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dr. H. Joncik Muhammad dan Arifai (JM-Fa’i) dengan nomor urut 2 berhasil unggul, dengan mendapat suara 147.332 (seratus empat puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh dua) suara sah, sedangkan kotak kosong 35.923 ( tiga puluh lima ribu sembilan ratus dua puluh tiga) suara.

Ini merupakan dukungan kuat masyarakat Empat Lawang terhadap pasangan (JM-Fa’i) untuk melanjutkan program – program yang mereka usung untuk Kabupaten Empat Lawang berdasarkan visi kepemimpinan mereka “MADANI JILID II”.

Sementara itu, puluhan ribu masyarakat di Kabupaten Empat Lawang berharap MK dapat memutuskan berdasarkan peraturan serta perundang – undangan yang berlaku. Sehingga Bupati dan wakil Bupati terpilih dapat segera dilantik.   (@YU-Red).         

Continue Reading

Jakarta

Wartawan dan LSM Tanah Air Ultimatum Men-Des PDTT

Published

on

 2,579 X dibaca hari ini

JAKARTA, MNN.com – Wartawan dan LSM Tanah air ultimatum Menteri Desa pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Yandri Susanto. kami tidak akan tinggal diam. (04/02/05).

Pernyataan kontroversial Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto menyebut “LSM & Wartawan Bodrex” memicu gelombang kemarahan dari ribuan jurnalis dan aktivis di Indonesia.

Tidak terima profesi mereka dilecehkan, perwakilan LSM dan wartawan yang tergabung dalam Aliansi Anti Narkoba dan Tindak Korupsi Anggaran (ANTARTIKA) langsung mendatangi Kementerian Desa untuk menuntut klarifikasi.

Para wartawan dsn LSM melalui Ketua Umum ANTARTIKA, Ramses Sitorus, menegaskan bahwa pernyataan tersebut sangat merugikan citra jurnalis dan aktivis yang selama ini berjuang untuk mengawal transparansi dana desa.

“Kami merasa dihina dan dikucilkan, Kami di daerah bukan mencari keuntungan pribadi, tapi mengawasi anggaran, terutama dana desa, agar tidak disalahgunakan.

Jika Menteri tidak memberikan klarifikasi resmi, kami siap melaporkan pernyataan ini ke Bareskrim Polri, ” tegas Ramses dalam pertemuan tersebut.

Didesak Ribuan Wartawan dan Aktivis, Menteri Desa Akhirnya Klarifikasi

Mendapat tekanan besar dari berbagai pihak, Menteri Desa PDT Yandri Susanto akhirnya memberikan klarifikasi dan permintaan maaf secara tertulis.

” Saya tidak pernah berniat merendahkan wartawan atau LSM. Justru saya sangat menghormati mereka yang bekerja dengan profesionalisme dan integritas,” ujar Yandri.

“Saya mendukung peran jurnalis dan LSM dalam pengawasan. Jika ada kepala desa yang bobrok, laporkan, Saya ingin desa yang bersih dari korupsi, ” jelasnya.

Namun, klarifikasi ini masih menyisakan ketidakpuasan di kalangan aktivis dan wartawan. beberapa pihak menilai permintaan maaf Menteri belum cukup untuk meredam keresahan yang sudah meluas.

Wartawan dan LSM : ” Kami Tidak Akan Tinggal Diam ” !

Klarifikasi dari Menteri Desa Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi Yandri Susanto mendapat Interupsi dari Ketua Revolusi mental, ” Interupsi pak menteri saya ketua Revolusi mental yang sudah menggalakkan revolusi mental di negara kita, merasa gagal dengan komunikasi kita saat ini, yang kami minta dari Aktivis dan wartawan bukan itu lagi pak menteri, kita mau membuat keributan mau diperpanjang atau kita akhiri masalah ini kan begitu, kalau panjang kilometer berenti upaya kita akan diperpanjang apalagi enam hari lagi kami akan merayakan hari kebebasan pers di akui oleh dunia bukan hanya di Indonesia. Jadi yang kita maksud disini pak Menteri mohon ijin, sama yang yang disampaikan oleh ketum kami pak Ramses hanya kesempatan saja tidak ada, kami memimpin Republik ini mampu, jadi kalau bapak ini merasa kehormatannya lebih tinggi kamipun akan banyak makin kuat menyerang bapak, bapakpun harus buatkan kuda – kuda untuk hal tersebut. Jadi seperti ini sudah mencederai anggota Wartawan dan LSM di Indonesia, pemerintah harus berhati – hati di dalam berkomunikasi, ” tukasnya.

“Pernyataan Menteri ini memicu keresahan nasional. Jika tidak ada perbaikan nyata, jangan salahkan kami jika gelombang protes semakin besar, ” tegasnya.

Sementara itu, Ramses Sitorus mengingatkan bahwa wartawan dan LSM adalah mitra pemerintah, bukan musuh.

“Kami ada untuk mengawasi, bukan untuk dijadikan sasaran penghinaan. Jika masih ada pejabat yang meremehkan profesi kami, maka kami pasti bertindak lebih jauh, ” pungkasnya.

Dengan ketegangan yang masih membara, apakah hubungan antara pemerintah, insan pers, dan LSM akan benar – benar membaik ? Ataukah mungkin ini justru awal dari perlawanan yang lebih besar ? Kita akan coba pertanyakan pada rumput yang bergoyang. (@Red).

Continue Reading

Jakarta

Ketum IWO Indonesia Minta Menteri Desa Mundur

Published

on

 1,807 X dibaca hari ini

JAKARTA, Netralitasnews.com – Ketua Umum Ikatan Wartawan Online Indonesia, NR Icang Rahardian, mengecam keras pernyataan Menteri Desa dan PDT (Mendes PDT) Yandri Susanto dan meminta agar mundur dari jabatan yang diembannya, Sabtu (01/02/2025).

“Pada video pendek yang beredar, pernyataan (statemen) Yandri Susanto sangat melukai insan pers di Indonesia, dimana insan “PERS” itu adalah kontrol sosial,” ucap Icang Rahardian yang akrab disapa Baba Icang.

“Apakah anda (menteri desa) alergi dengan LSM dan wartawan?” Dan kenapa anda harus memberikan nilai atau angka 1 juta rupiah, dan 300 desa 300 juta dalam statment videonya,” tanya Ketua Umum salah satu organisasi profesi wartawan se-Indonesia itu.

Baba Icang sangat tersinggung dalam mengucapkan kata-kata tersebut, Mendes tidak memakai kata oknum yang menyiratkan menjeneralisasi insan pers,” imbuhnya menjelaskan.

Menurutnya, yang juga seorang advokat dan pemerhati hukum menyesalkan ucapan Mendes yang disinyalir mendengarkan sebelah pihak dan tidak paham aliran dana desa banyak disalahgunakan oleh oknum perangkat desa.

“ Dalam statement anda melukai insan pers yang melaksanakan fungsi kontrol sosial se-Indonesia, anda wajib dicopot dari jabatan anda yang tidak bisa menjaga kata-kata dan marwah elemen kontrol sosial. dan kepada pak presiden Prabowo Subianto, kami meminta agar segera mencopot Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT),” tegas NR Icang Rahardian mengakhiri. (@Rls/Red).

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!