Connect with us

Bengkulu

BPS And Partners, Berikan Pandangan Hukum Kepada Masyarakat Berdasarkan Undang – Undang

Published

on

 1,608 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mencabut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (3668).

Hasil penelitian oleh beberapa pakar hukum menunjukkan bahwa terkait ketentuan batas minimal anak untuk bisa dijatuhi hukuman pidana, menurut Undang – undang Sistem Peradilan Pidana Anak batas minimal usia anak dapat dipidana adalah setelah usia 12 (dua belas) tahun dan di bawah usia 18 (delapan belas) tahun.

Adapun menurut ketentuan hukum Islam, apabila seorang anak belum mencapai usia baligh atau belum mencapai usia dewasa maka pidana atas mereka bisa dimaafkan. Namun demikian, bukan berarti bahwa tidak ada hukuman atas mereka, karena seorang hakim berhak menentukan tindakan atau hukuman bagi anak-anak yang belum mencapai usia baligh dengan mempertimbangkan jenis tindak pidana yang dilakukan serta kondisi anak-anak tersebut.

Penanganan hukuman terhadap anak yang masih di bawah umur dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak apabila anak tersebut sudah mencapai usia 12 tahun dan belum mencapai usia 14 (empat belas) tahun maka akan dekenai sanksi tindakan saja, apabila sudah mencapai usia 14 (empat belas) tahun dan belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun maka akan dikenai sanksi pidana anak sesuai dengan aturan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak di-Indonesia.

Namun dalam ketentuan hukum Islam seorang anak bisa dikenai hukuman pidana apabila ia sudah berusia 15 tahun.

Dari ketentuan undang-undang tersebut, merupakan bentuk memberikannya sebuah keadilan serta kepastian hukum terhadap pelaku tindak pidana yang masih dibawah umur sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, bukan berarti pelaku yang masih dibawah umur yang telah disebutkan diatas tersebut, tidak dapat dipidana.

Sehingga dalam hal ini, ketika seseorang yang usianya masih dibawah umur menurut undang-undang yang berlaku, Maka pelaku bisa dapat dihukum tanpa harus mengedepankan prinsip keadilan Restorative Justice atau diberikan tindakan saja yang merupakan bukan hukuman pidana.

Artinya apabila ada terjadinya kasus pencabulan atau pemerkosaan yang dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur dan pola pikirnya sudah seperti orang dewasa, maka pelaku tersebut tetap mendapatkan hukuman pidana tanpa melalu proses pendekatan keadilan restorative justice atau dengan kata lain hukum dapat memaafkan perbuatan pelaku.

Sehingga dalam persoalan tersebut, maka para korban juga mendapatkan keadilan hukum atas peristiwa yang menimpa dirinya ketika mengalami kasus asusila yang dimaksud.

Penulis hanya memberikan pandangan hukum atas maraknya kasus- kasus pencabulan atau pemerkosaan yang akhir – akhir ini menjadi sorotan publik, terkait dengan adanya pemerkosaan atau pencabulan anak yang masih dibawah umur dan pelakunya juga masih dibawah umur.

Dengan maraknya kasus- kasus yang terjadi tersebut, maka hendaklah sistem penegakan hukum di-Indonesia ini penting sekali memperhatikan betul kasus tersebut, sehingga dengan adanya proses cepat dan tanggap atas pelaporan yang ada ditengah – tengah masyarakat itu, dapat diproses dan dapat memberikan harapan serta kepastian hukum atas korban yang mengalami kasus asusila.

Proses hukuman cepat dan tanggap ini guna memberikan pengaruh besar bagi masyarakat dan kaum anak- anak agar prilaku perbuatan asusila ini hukumannya ada dan berat, sehingga anak- anak yang masih dibawah umur tapi pikirannya sudah seperti orang dewasa merasa takut untuk melakukan perbuatan asusila, dikarenakan adanya proses hukum yang cepat dan tanggap akibat dari perbuatan asusila.

Penulis juga berharap, kepada pihak Kepolisian RI Khususnya, dalam menerima laporan atas terjadinya kasus- kasus asusila tersebut, jangan memberikan kesan yang negatif kepada masyarakat, seakan- akan hukum dan keadilan itu mempunyai harga atau menduga adanya beaya bila mau mendapatkan sebuah keadilan, maka penulis sangat mengharapkan para APH dimanapun berada untuk bersikap profesional dalam bekerja, bermental jujur serta berjiwa penolong bagi masyarakat yang terdzolimi, tanpa memilah dan memilih dan menolak adanya diskriminasi hukum dalam lingkungan masyarakat.

Sudah saatnya keadilan serta kepastian hukum ditegak- tegakan dengan semestinya sesuai dengan undang- undang yang berlaku di Negeri Merah Putih Indonesia Tercinta Ini.

APH juga dapat memperhatikan betul apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang seyogyanya tidak dapat dilakukan dalam memilah dan memilih kasus- kasus yang dapat dimediasikan dan kasus- kasus yang tidak dapat dimediasikan, Guna tegaknya keadilan dan kepastian hukum.

Penulis Adalah Advokat & Mediator Bersertifikat Dari Kantor Hukum BPS And Partners, Hp : (0822-8267-8118).

Advertisement

Bengkulu

BPS And Partners Laporkan Kapolres Muko-Muko ke Propam Polda 

Published

on

 2,064 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Dalam langkah yang mengejutkan dan penuh keberanian, Kantor BPS And Partners telah mengajukan laporan resmi terhadap Kapolres Muko-Muko. Laporan ini disampaikan melalui rantai pengaduan yang tidak hanya mencapai Propam Polda Bengkulu, tingkat Kapolri dan Presiden Republik Indonesia, tetapi juga melibatkan Irwasda serta pihak-pihak terkait lainnya.

Bayu Purnomo Saputra, selaku Ketua TIM BPS And Partners, menegaskan bahwa pengaduan serta permohonan yang telah disampaikan belum mendapatkan respons atau tindakan secara prima. Menurutnya, langkah hukum ini merupakan upaya strategis untuk menutup celah dalam mekanisme pengawasan dan memastikan bahwa setiap laporan pengaduan mendapat penanganan yang serius serta tepat guna.

“Kami mendesak agar setiap laporan yang masuk segera ditindaklanjuti secara menyeluruh, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum dan pengawasan,” ujar Bayu Purnomo Saputra dengan tegas.

Untuk saat ini, substansi terkait kasus belum dapat dipublikasikan karena masih berada dalam tahap proses hukum. “Nanti, ketika sudah waktunya dan kasus telah naik ke persidangan, kami akan melakukan konfirmasi terbuka agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang transparan dan komprehensif,” tambahnya.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi momentum penting dalam memperkuat integritas dan transparansi di sistem penegakan hukum Indonesia. Dengan melibatkan Irwasda dan instansi terkait, BPS And Partners membuka ruang evaluasi mendalam terhadap kinerja aparat, sehingga setiap keluhan masyarakat tidak hanya berakhir sebagai rangkaian administrasi, melainkan juga memicu perbaikan sistem yang nyata.

Hal ini akan terus kami pantau seiring perkembangan respons dari Propam Polda Bengkulu, Kapolri, Presiden RI, Irwasda, dan pihak-pihak terkait lainnya, guna memastikan bahwa aspirasi untuk keadilan dan transparansi mendapatkan perhatian yang layak serta membawa dampak positif bagi masa depan penegakan hukum di tanah air. (@Rls).

Continue Reading

Bengkulu

Birokrasi dan Cinta, Dilema TNI yang Sulit Mendapatkan Izin Cerai

Published

on

 6,228 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Fenomena perceraian di kalangan anggota militer sering kali kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, Salah satunya adalah kesulitan mendapatkan izin dari atasan untuk perceraian. Adapun beberapa alasan yang mendasari hal ini antara lain :

▪︎ Regulasi dan Prosedur Militer, Anggota militer biasanya terikat pada prosedur yang ketat terkait dengan status perkawinan. Izin dari atasan sering diperlukan untuk memproses perceraian, yang bisa membuatnya lebih sulit.

▪︎ Stigma dan Kode Etik: Perceraian di kalangan militer dapat dianggap sebagai pelanggaran norma atau kode etik. Hal ini dapat menyebabkan tekanan sosial dan stigma bagi anggota militer yang ingin bercerai.

▪︎ Komitmen dan Loyalitas: Terdapat nilai-nilai kuat tentang komitmen dan loyalitas dalam dinas militer. Anggota militer mungkin merasa tertekan untuk mempertahankan pernikahan demi reputasi atau untuk tidak mengecewakan rekan-rekan mereka.

▪︎ Dampak pada Karier: Perceraian dapat mempengaruhi karier seorang anggota militer, termasuk peluang promosi atau penugasan. Hal ini dapat membuat individu ragu untuk mengambil langkah perceraian.

▪︎ Kondisi Emosional dan Psikologis: Stres yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan militer dapat memperburuk kondisi hubungan, membuat perceraian terasa lebih rumit dan menakutkan.

Karena faktor-faktor tersebut, anggota militer sering kali menghadapi tantangan tambahan ketika mempertimbangkan perceraian.

Berbagai alasan diatas, juga anggota TNI mungkin sulit untuk meminta izin bercerai kepada atasan. Dikarenakan ada norma dan tradisi yang kuat dalam militer yang menekankan stabilitas keluarga dan komitmen, Perceraian ini dapat dianggap sebagai kegagalan dalam menjaga keharmonisan tersebut, dan anggota TNI juga ada tekanan dari hierarki sehingga rasa malu yang mungkin dirasakan anggota TNI, Mereka mungkin khawatir tentang dampak perceraian terhadap karier dan reputasi mereka di lingkungan militer. Serta proses perizinan mungkin rumit dan memerlukan alasan yang kuat. Hal ini bisa menjadi penghalang bagi mereka yang ingin bercerai tetapi tidak ingin melalui prosedur yang panjang dan rumit.

Akhirnya, peraturan internal TNI juga bisa menjadi faktor, di mana ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sebelum izin bercerai diberikan. Semua faktor ini berkontribusi pada kesulitan yang dihadapi anggota TNI dalam meminta izin bercerai.

Dalam konteks TNI (Tentara Nasional Indonesia), pernikahan dan perceraian dapat terjadi seperti pada masyarakat umum, meskipun ada aturan dan norma tertentu yang mengatur kehidupan prajurit seperti yang dipaparkankan diatas, Perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan termasuk masalah pribadi, kesesuaian, atau tekanan yang dihadapi akibat tugas militer. Namun, prosesnya mungkin lebih ketat dan diatur oleh peraturan internal TNI untuk menjaga disiplin dan stabilitas.

Namun TNI juga dapat mengajukan perceraian dengan alasan yang tepat untuk bisa dipertimbang kan,  diantara  nya  adalah:
▪︎ Kesejahteraan Mental dan Emosional: Jika pernikahan menyebabkan stres berat atau masalah mental, perceraian bisa menjadi solusi untuk menjaga kesehatan mental.

▪︎ Tugas dan Tanggung Jawab: Tugas yang seringkali menuntut mobilitas tinggi dan risiko yang besar dapat mengganggu hubungan, sehingga perceraian mungkin dianggap perlu.

▪︎ Perbedaan yang Tak Teratasi: Ketika pasangan mengalami perbedaan pandangan atau tujuan hidup yang signifikan dan tidak dapat diselesaikan, perceraian bisa menjadi pilihan terakhir.

▪︎ Dukungan Keluarga: TNI seringkali memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarga, dan jika pernikahan tidak mendukung itu, perceraian bisa menjadi langkah untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak.

▪︎ Kesehatan Fisik dan Keamanan: Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau situasi berbahaya, perceraian dapat menjadi cara untuk melindungi diri dan anggota keluarga.

▪︎ Peraturan Internal dan Etika: TNI memiliki regulasi dan kode etik yang bisa mendukung keputusan perceraian dalam konteks yang tepat, termasuk untuk menjaga citra dan profesionalisme.

Setiap situasi tentunya unik dan memerlukan pertimbangan yang matang.

Penulis Adakah Praktisi Hukum Dari Kantor Advokat & Mediator BPS And Partners
WhatsApp : 0822-8267-8118

Continue Reading

Bengkulu

Prof. Dr. H. Syaiful Anwar : Pemilukada Harus beroerintasi pada Kemaslahatan.

Published

on

 7,097 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Prof. Dr. H. Syaiful Anwar. M.Pd mengatakan bahwa pemilu harus berorientasi kemaslahatan, Pemilu diniatkan seperti melaksanakan Rukun Iman, Sebut saja seperti shalat.

“Pemilu harus diniatkan seperti shalat. Diawali dengan niat suci, dilakukan dengan terus-menerus menghadirkan yang ilahi, dan diakhiri dengan hasil yang menciptakan damai bagi seluruhnya,” Menurut nya selain 4 Pilar Negara dan UU Pemilu, agama juga dapat dijadikan kompas dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan pilihan politik. Dalam Islam, kata dia, terdapat konsep yang bisa dijadikan model kontestasi pemilu yang damai.

Salah satu konsep tersebut adalah fastabiqul khairat yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan. Melalui konsep ini, masyarakat bisa merasakan proses pergantian kepemimpinan dengan aman dan damai. “Fastabiqul bukan duel yang harus mengalahkan, membuat malu, atau mematikan lawan. Istabaqa dibangun atas kesadaran ada banyak yang baik, karena itu harus dicari mana yang terbaik,” tuturnya.

Agama juga mendorong terciptanya pemimpin adil dan berintegritas, dalam bahasa Islam Pemimpin yang beriman itu adalah Siddiq, Amanah, Tabliq dan Fatonnah. Pemimpin yang mampu memimpin dengan menghadirkan rasa aman, damai dan memperjuangkan kesejahteraan. Sebab itu, Prof. Syaiful yakin pemilu damai tidak mustahil selama para pihak yang terlibat menghadirkan ajaran agama pada setiap langkahnya.

Sebagai putra Daerah Bengkulu ia pun merespon perkembangan Pemilukada di tanah Kelahiran nya yakni Provinsi Bengkulu khususnya Kabupaten Kaur “Pada perhelatan ini, rakyat bertindak sebagai juri dalam perlombaan (musabaqah). Tentulah ada pilihan yang berbeda, sesuai dengan selera dan tingkat pemahaman terhadap calon. Perbedaan pilihan seharusnya tidak membuat yang satu membenci yang lain, semuanya hanyalah ikhtiar ijtihad,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Syaiful mengajak masyarakat untuk mengedepankan perdamaian di atas perbedaan politik karena kedamaian lebih penting dari kemenangan sesaat. Dia pun mengingatkan bahwa perbedaan pilihan adalah hal yang pasti dalam pemilu. Namun, perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi benih pertengkaran. “Kita harus menjadikan perbedaan kiblat pilihan sebagai ajang fastabiqul khairat (berusaha menjadi yang pertama dalam setiap kebaikan),” harapnya.

Terakhir, ia berpesan agar penyelenggara pemilu memastikan terciptanya Pemilu yang luber dan Jurdil. Juga Aparat Negara mesti netral mengedepankan suasana damai dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memancing kecurigaan. “Para Calon Pemimpin harus mengedepankan Program serta tampil sebagai sosok penuh kedamaian, karena ucapan dan perilakunya dapat menginspirasi para pendukungnya. Paslon yang Beriman yakni ucapan dan perilakunya memancing kedamaian, dialah yang memenangkan fastabiqul khairat,” tandas Prof. Syaiful Anwar. ***

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!