Connect with us

Bengkulu

Lahirnya Pergub Bengkulu Nomor 31 Tahun 2021 Mengkebiri Kebebasan Pers

Published

on

 1,721 X dibaca hari ini

BENGKULU -NN.com – Peraturan gubernur nomor 31 tahun 2021 dikecam keras oleh jurnalis serta pemilik perusahaan media massa, pasalnya karena lahirnya pergub nomor 31 tahun 2021 saat ini menjadi polemik, sehingga membuat para ratusan jurnalis yang tergabung dalam Forum (FMMB) yang dikomandoi Anjang Sumitro melakukan Aksi damai di kantor gubernur. selasa (22/03/2022).

Mirisnya Aksi damai yang dilakukan jurnalis tersebut merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia, mengigat lahirnya pergub nomor 31 tersebut, seakan-akan mengkebiri kebebasan Pers di provinsi Bengkulu, mengenai hal itu melalui aksi demo yang dilakukan oleh forum media masa bengkulu (FMMB). Mangajukan tuntutan yang berisi

1). Cabut Peraturan Gubernur (Pergub) Bengkulu Nomor 31 Tahun 2021;

2). Hapuskan Aturan Verifikasi media dan UKW Dewan Pers Dipergub No. 31 Tahun 2021 karena bertentangan dengan konstitusi amanah UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers;

3). Meminta seluruh OPD dan FKPD, se-Provinsi Bengkulu tidak berpedoman pada Pergub Nomor 31 Tahun 2021 i e f.

4). Meminta seluruh kepala Daerah se-provinsi Bengkulu untuk tidak membungkam kebebasan Pers dengan menerbitkan aturan yang sama dengan Pergub Bengkulu No 31 Tahun 2021;

5). Menolak segala bentuk pembungkaman kebebasan Pers.

Koordinator lapangan (Korlap) FMMB, Aprin Gundul (media Indonesiadetik.com) dari Kaur dalam orasinya, mengatakan kami minta Gubernur segera mencabut Pergub No 31 tersebut karena bertentangan dengan UU Pers No 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers.

Ia menambahkan selain mengekang kebebasan pers, Pergub tersebut juga mengancam keberlangsungan kehidupan pers yang ada di Bengkulu.

Asrin dengan lantang menyuarakan tuntutan pencabutan pergub no 31 karena ada kesenjangan dan ketidak adilan salah satunya adalah dugaan pergub cacat hukum dan tidak berdasarkan hirarki regulasi yang berlaku di Indonesia.

Sangat disayangkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah ketika para wartawan melakukan aksi tolak pergub 31 tidak berada di tempat dan perwakilan FMMB hanya di terima oleh asisten II dan Plt kadis kominfo provinsi bengkulu.

Dilain sisi Aktifis Ishak Burmansyah menjelaskan yang mana tanggung jawab Dewan Pers untuk melakukan pembinaan terhadap kehidupan pers nasional tidak terjadi pada kondisi ini. Dewan Pers malah sibuk memotret media yang belum diverifikasi sebagai media abal-abal, mengigat amanat UU Pers bentuknya adalah hanya mendata perusahaan pers bukan memverifikasi media.

“Sebagaimana kita ketahui Dewan Pers yang merupakan sebagai lembaga independen yang didirkan untuk tujuan mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,” jelasnya

Tambahnya terkait polemik yang terjadi saat ini maka dari itu dirinya meminta kepada gubernur untuk mencabut pergub nomor 31 tahun 2021, menurutnya pergub 31 itu akan membuat perselisihan antara jurnalis, dan bahkan bisa membuat kegaduhan.

“Saya harap kepada gubernur Bengkulu untuk segera mencabut pergub 31 tersebut, karena itu sama saja mengekibiri kebebasan Pers,” ujarnya

Sementara itu koordinator aksi demo, Anjang Sumitro mengatakan Pergub 31 telah mengkerdilkan insan Pers serta bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

“Ada beberapa poin dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bengkulu Nomor 31 Tahun 2021 tersebut yang dianggap begitu tidak mementingkan para insan pers dan mengekang para awak media dalam liputan sehingga membatasi ruang gerak insan pers,”ungkapnya.

Anjang berjanji jika aksi ini tidak hanya sebatas kali ini saja dan pada aksi selanjutnya mungkin akan mengerahkan massa yang lebih banyak sampai Pergub tersebut dicabut.

Lanjut koordinator aksi Anjang Sumitro mengatakan tentu kita tidak akan diam saja, kita akan memantau hingga ini benar-benar ada kejelasan, karena ini mengenai nasib warga Gubernur Bengkulu yang dijanjikan kesejahteraan.

Perlu di ketahui juga media massa adalah salah satu pilar dalam negara ini,dengan adanya Pergub tersebut akan berdampak pada perusahaan media dan profesi sebagai jurnalis di provinsi bengkulu ini. Lanjut Anjang Sumitro intinya !! karena pergub no 31 tahun 2021 ini tidak berdasarkan kan UU pers maka kita minta Gubernur Bengkulu untuk segera mencabutnya dan perlu di ketahui Peraturan Dewan Pers bukan produk hukum dan tidak bisa dijadikan rujukan hukum. ” akhir Anjang. (Rls/Tim)

Bengkulu

BPS And Partners Laporkan Kapolres Muko-Muko ke Propam Polda 

Published

on

 2,021 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Dalam langkah yang mengejutkan dan penuh keberanian, Kantor BPS And Partners telah mengajukan laporan resmi terhadap Kapolres Muko-Muko. Laporan ini disampaikan melalui rantai pengaduan yang tidak hanya mencapai Propam Polda Bengkulu, tingkat Kapolri dan Presiden Republik Indonesia, tetapi juga melibatkan Irwasda serta pihak-pihak terkait lainnya.

Bayu Purnomo Saputra, selaku Ketua TIM BPS And Partners, menegaskan bahwa pengaduan serta permohonan yang telah disampaikan belum mendapatkan respons atau tindakan secara prima. Menurutnya, langkah hukum ini merupakan upaya strategis untuk menutup celah dalam mekanisme pengawasan dan memastikan bahwa setiap laporan pengaduan mendapat penanganan yang serius serta tepat guna.

“Kami mendesak agar setiap laporan yang masuk segera ditindaklanjuti secara menyeluruh, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum dan pengawasan,” ujar Bayu Purnomo Saputra dengan tegas.

Untuk saat ini, substansi terkait kasus belum dapat dipublikasikan karena masih berada dalam tahap proses hukum. “Nanti, ketika sudah waktunya dan kasus telah naik ke persidangan, kami akan melakukan konfirmasi terbuka agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang transparan dan komprehensif,” tambahnya.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi momentum penting dalam memperkuat integritas dan transparansi di sistem penegakan hukum Indonesia. Dengan melibatkan Irwasda dan instansi terkait, BPS And Partners membuka ruang evaluasi mendalam terhadap kinerja aparat, sehingga setiap keluhan masyarakat tidak hanya berakhir sebagai rangkaian administrasi, melainkan juga memicu perbaikan sistem yang nyata.

Hal ini akan terus kami pantau seiring perkembangan respons dari Propam Polda Bengkulu, Kapolri, Presiden RI, Irwasda, dan pihak-pihak terkait lainnya, guna memastikan bahwa aspirasi untuk keadilan dan transparansi mendapatkan perhatian yang layak serta membawa dampak positif bagi masa depan penegakan hukum di tanah air. (@Rls).

Continue Reading

Bengkulu

Birokrasi dan Cinta, Dilema TNI yang Sulit Mendapatkan Izin Cerai

Published

on

 6,188 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Fenomena perceraian di kalangan anggota militer sering kali kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, Salah satunya adalah kesulitan mendapatkan izin dari atasan untuk perceraian. Adapun beberapa alasan yang mendasari hal ini antara lain :

▪︎ Regulasi dan Prosedur Militer, Anggota militer biasanya terikat pada prosedur yang ketat terkait dengan status perkawinan. Izin dari atasan sering diperlukan untuk memproses perceraian, yang bisa membuatnya lebih sulit.

▪︎ Stigma dan Kode Etik: Perceraian di kalangan militer dapat dianggap sebagai pelanggaran norma atau kode etik. Hal ini dapat menyebabkan tekanan sosial dan stigma bagi anggota militer yang ingin bercerai.

▪︎ Komitmen dan Loyalitas: Terdapat nilai-nilai kuat tentang komitmen dan loyalitas dalam dinas militer. Anggota militer mungkin merasa tertekan untuk mempertahankan pernikahan demi reputasi atau untuk tidak mengecewakan rekan-rekan mereka.

▪︎ Dampak pada Karier: Perceraian dapat mempengaruhi karier seorang anggota militer, termasuk peluang promosi atau penugasan. Hal ini dapat membuat individu ragu untuk mengambil langkah perceraian.

▪︎ Kondisi Emosional dan Psikologis: Stres yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan militer dapat memperburuk kondisi hubungan, membuat perceraian terasa lebih rumit dan menakutkan.

Karena faktor-faktor tersebut, anggota militer sering kali menghadapi tantangan tambahan ketika mempertimbangkan perceraian.

Berbagai alasan diatas, juga anggota TNI mungkin sulit untuk meminta izin bercerai kepada atasan. Dikarenakan ada norma dan tradisi yang kuat dalam militer yang menekankan stabilitas keluarga dan komitmen, Perceraian ini dapat dianggap sebagai kegagalan dalam menjaga keharmonisan tersebut, dan anggota TNI juga ada tekanan dari hierarki sehingga rasa malu yang mungkin dirasakan anggota TNI, Mereka mungkin khawatir tentang dampak perceraian terhadap karier dan reputasi mereka di lingkungan militer. Serta proses perizinan mungkin rumit dan memerlukan alasan yang kuat. Hal ini bisa menjadi penghalang bagi mereka yang ingin bercerai tetapi tidak ingin melalui prosedur yang panjang dan rumit.

Akhirnya, peraturan internal TNI juga bisa menjadi faktor, di mana ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sebelum izin bercerai diberikan. Semua faktor ini berkontribusi pada kesulitan yang dihadapi anggota TNI dalam meminta izin bercerai.

Dalam konteks TNI (Tentara Nasional Indonesia), pernikahan dan perceraian dapat terjadi seperti pada masyarakat umum, meskipun ada aturan dan norma tertentu yang mengatur kehidupan prajurit seperti yang dipaparkankan diatas, Perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan termasuk masalah pribadi, kesesuaian, atau tekanan yang dihadapi akibat tugas militer. Namun, prosesnya mungkin lebih ketat dan diatur oleh peraturan internal TNI untuk menjaga disiplin dan stabilitas.

Namun TNI juga dapat mengajukan perceraian dengan alasan yang tepat untuk bisa dipertimbang kan,  diantara  nya  adalah:
▪︎ Kesejahteraan Mental dan Emosional: Jika pernikahan menyebabkan stres berat atau masalah mental, perceraian bisa menjadi solusi untuk menjaga kesehatan mental.

▪︎ Tugas dan Tanggung Jawab: Tugas yang seringkali menuntut mobilitas tinggi dan risiko yang besar dapat mengganggu hubungan, sehingga perceraian mungkin dianggap perlu.

▪︎ Perbedaan yang Tak Teratasi: Ketika pasangan mengalami perbedaan pandangan atau tujuan hidup yang signifikan dan tidak dapat diselesaikan, perceraian bisa menjadi pilihan terakhir.

▪︎ Dukungan Keluarga: TNI seringkali memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarga, dan jika pernikahan tidak mendukung itu, perceraian bisa menjadi langkah untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak.

▪︎ Kesehatan Fisik dan Keamanan: Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau situasi berbahaya, perceraian dapat menjadi cara untuk melindungi diri dan anggota keluarga.

▪︎ Peraturan Internal dan Etika: TNI memiliki regulasi dan kode etik yang bisa mendukung keputusan perceraian dalam konteks yang tepat, termasuk untuk menjaga citra dan profesionalisme.

Setiap situasi tentunya unik dan memerlukan pertimbangan yang matang.

Penulis Adakah Praktisi Hukum Dari Kantor Advokat & Mediator BPS And Partners
WhatsApp : 0822-8267-8118

Continue Reading

Bengkulu

Prof. Dr. H. Syaiful Anwar : Pemilukada Harus beroerintasi pada Kemaslahatan.

Published

on

 7,056 X dibaca hari ini

BENGKULU, Netralitasnews.com – Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Prof. Dr. H. Syaiful Anwar. M.Pd mengatakan bahwa pemilu harus berorientasi kemaslahatan, Pemilu diniatkan seperti melaksanakan Rukun Iman, Sebut saja seperti shalat.

“Pemilu harus diniatkan seperti shalat. Diawali dengan niat suci, dilakukan dengan terus-menerus menghadirkan yang ilahi, dan diakhiri dengan hasil yang menciptakan damai bagi seluruhnya,” Menurut nya selain 4 Pilar Negara dan UU Pemilu, agama juga dapat dijadikan kompas dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan pilihan politik. Dalam Islam, kata dia, terdapat konsep yang bisa dijadikan model kontestasi pemilu yang damai.

Salah satu konsep tersebut adalah fastabiqul khairat yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan. Melalui konsep ini, masyarakat bisa merasakan proses pergantian kepemimpinan dengan aman dan damai. “Fastabiqul bukan duel yang harus mengalahkan, membuat malu, atau mematikan lawan. Istabaqa dibangun atas kesadaran ada banyak yang baik, karena itu harus dicari mana yang terbaik,” tuturnya.

Agama juga mendorong terciptanya pemimpin adil dan berintegritas, dalam bahasa Islam Pemimpin yang beriman itu adalah Siddiq, Amanah, Tabliq dan Fatonnah. Pemimpin yang mampu memimpin dengan menghadirkan rasa aman, damai dan memperjuangkan kesejahteraan. Sebab itu, Prof. Syaiful yakin pemilu damai tidak mustahil selama para pihak yang terlibat menghadirkan ajaran agama pada setiap langkahnya.

Sebagai putra Daerah Bengkulu ia pun merespon perkembangan Pemilukada di tanah Kelahiran nya yakni Provinsi Bengkulu khususnya Kabupaten Kaur “Pada perhelatan ini, rakyat bertindak sebagai juri dalam perlombaan (musabaqah). Tentulah ada pilihan yang berbeda, sesuai dengan selera dan tingkat pemahaman terhadap calon. Perbedaan pilihan seharusnya tidak membuat yang satu membenci yang lain, semuanya hanyalah ikhtiar ijtihad,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Syaiful mengajak masyarakat untuk mengedepankan perdamaian di atas perbedaan politik karena kedamaian lebih penting dari kemenangan sesaat. Dia pun mengingatkan bahwa perbedaan pilihan adalah hal yang pasti dalam pemilu. Namun, perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi benih pertengkaran. “Kita harus menjadikan perbedaan kiblat pilihan sebagai ajang fastabiqul khairat (berusaha menjadi yang pertama dalam setiap kebaikan),” harapnya.

Terakhir, ia berpesan agar penyelenggara pemilu memastikan terciptanya Pemilu yang luber dan Jurdil. Juga Aparat Negara mesti netral mengedepankan suasana damai dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memancing kecurigaan. “Para Calon Pemimpin harus mengedepankan Program serta tampil sebagai sosok penuh kedamaian, karena ucapan dan perilakunya dapat menginspirasi para pendukungnya. Paslon yang Beriman yakni ucapan dan perilakunya memancing kedamaian, dialah yang memenangkan fastabiqul khairat,” tandas Prof. Syaiful Anwar. ***

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!